Keterlibatannya Bung John, demikian kerap disapa, sebagai penyiar radio siaran diawali dengan terbiasa mendengar radio pada tahun 70-an kemudian merintis perlahan menjadi pengisi acara, bermain dalam sandiwara radio yang marak pada masa itu sampai akhirnya berkarir dan mendapat honor di radio yang disebutnya sebagai titik awal kariernya. “Waktu itu terlibat sebagai penyiar acara remaja, membacakan puisi-puisi pilihan pendengar, dan melanjutkan keterlibatan dalam sandiwara-sandiwara radio yang sangat diminati pendengar,” kenang John dengan sorot mata menerawang, berusaha mengingat masa-masa kejayaan radio.
Sebagai praktisi media elektronik, John sangat memahami perkembangan media radio dari tahun ke tahun. “Tahun 70-an radio mengalami masa keemasan, atau dikenal dengan istilah era “golden voice” dimana penyiar radio dikenal karena memiliki suara ‘merdu’ membuat siapa saja yang mendengarkan. Sebelum tahun 74, tutur John, radio bersifat non komersil, dan setelah tahun 74 barulah radio muncul sebagai media komersil. Berangkat dari sini semakin banyak orang melamar sebagai karyawan radio untuk mendapatkan honor, gaji. “Di era ‘golden voice’ tersebut John mengaku tak hanya sebagai penyiar biasa, ia juga terlibat mewawancarai artis dan tokoh untuk promosi album, juga merambah hingga ke penulisan naskah sandiwara radio.
“Memasuki era 80-an radio condong ke hiburan semata, mereka yang bekerja di radio juga terjun ke dalam dunia panggung sebagai pembawa acara atau promotor acara. Seiring bergulirnya waktu, era golden voice semakin ditinggalkan. Tahun 90-an radio memasuki era jurnalistik. Dimana para praktisi radio tidak hanya dituntut pandai menghibur tapi juga merangkap sebagai jurnalis. “Penyiar radio harus cerdas.” Dalam arti mereka harus mampu menyediakan sumber informasi yang dibutuhkan pendengarnya. Tak heran bila penyiar melakoni profesi ganda sekaligus sebagai wartawan, “tuturnya.
Memasuki periode 90 sampai 2000-an, radio kian dituntut gesit mengembangkan kapasitas dan kemampuannya. Aspek pendekatan terhadap segmen tertentu begitu ditekankan diimbangi dengan jurnalistik radio yang memadai. Perkembangan setelah era reformasi muncullah radio-radio komunitas melalui keputusan pemerintah yang kini menjamur dimana-mana.
Bertahan melalui 3 dekade dengan kesulitannya masing-masing menjadi kebanggan tersendiri bagi pria yang juga berprofesi sebagai pendeta ini. Ketika ditanya keterkaitan antara profesinya sebagai pendeta dengan radio, John berpendapat bahwa radio dapat dijadikan sarana bagi hamba-hamba Tuhan atau gereja untuk pelayanan. Ditambah lagi maraknya bermunculan radio-radio Kristen pada era 90-an mulai dari frekuensi AM kemudian FM sampai ke radio komunitas. “Memang sebagian ada yang sifatnya murni pelayanan, tapi juga ada yang komersil.”
Pengalaman panjang merintis karir di bidang radio menjadikan John bijak menilai segala sesuatunya. Awalnya ia menilai kariernya di radio sama sekali tidak terkait dengan pelayanan meski pernah merintis dan bekerja di sebuah radio rohani Kristen. Toh seiring waktu John menyadari bahwa karier di radio yang digelutinya merupakan bagian pelayanan dan kepercayaan Tuhan atasnya. Dalam kurun waktu selama 35 tahun, John terlibat dalam pembuatan renungan sampai dengan siaran acara rohani di beberapa stasiun radio Kristen. “Itu semua baru saya sadari setelah era radio sekarang,” ungkapnya.
Perjuangan panjang melalui 3 dekade menjadi pengalaman berharga yang hendak diwariskannya kepada generasi muda dibawahnya. Di mata John karier dalam bidang penyiaran bisa dijadikan pilihan masa depan. “Tentu saja selama ada ketekunan dan passion.” Lebih jauh, menurutnya bidang radio tidak hanya sebatas cuap-cuap dan mengirim lagu melainkan terkait erat dengan bidang jurnalistik. Bagaimana mengemas informasi dengan baik dimana di dalamnya menyangkut produksi berita, bentuk wawancara, dialog, reportase dan sebagainya. Mencermati hal tersebut, John memiliki kerinduan untuk membekali generasi muda dengan memberikan pelatihan jurnalistik radio dalam waktu dekat.
Sebagai hamba Tuhan yang kerap berkhotbah di gereja Tiberias ini, John memiliki kerinduan agar radio dapat dijadikan sarana untuk memberitakan “kabar baik” melalui peran generasi muda. Apalagi radio menjangkau hampir seluruh pelosok nusantara. Disisi lain John mengucap syukur atas dukungan dan keterlibatan banyak pengusaha untuk membantu pengembangan radio Kristen di sejumlah tempat. “Bagaimanapun pekerjaan Tuhan tidak boleh terhenti.” [Aurora]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar